Rabu, 30 Desember 2015

Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa Dan Bernegara(stdi kasus dekandensi moral)


MAKALAH
PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PERSOALAN BANGSA DAN NEGARA
(STUDI KASUS DEKADENSI MORAL)



Disusun Oleh :
Kelompok V
1. SRI RAHAYU
2. TRIO SAPUTRA
3. UTAWINI ALMAYANDA
4. SONYA LERISA
5. SULES PIANA YOHANI
6. RISTIN NUR AZIRAH
                                          7.DAHIA

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI
TP : 2015/2016


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan perkenaan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PERSOALAN BANGSA DAN NEGARA (Studi Kasus Dekadensi Moral”. Kemudian salawat dan salam kita junjungkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita kealam yang terang benderang dan penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Semoga makalah kami ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi teman-teman dan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya dalam bidang pendidikan pancasila .
Wassalamualaikum Wr. Wb

Teluk Kuantan, 23 Oktober 2015






      Moderator

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 4
   A. Latar belakang..................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 8

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 9
   1. Apa akibat teknologi pada perilaku pelajar?................................................... 10
   2.Apakah Pancasila merupakan Solusi Permasalahan Suatu Bangsa?............ 12
   3.Bagaimana peran agama dalam mengatasi permasalahan dekandensi moral pelajar dan adakah pengaruh intensitas menghafal Al-Qur’an terhadap moralitas pelajar?..... 13

BAB III PENUTUP...................................................................................................... 15
A. Kesimpulan...................................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 16   









BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada zaman modern merupakan dunia yang tanpa batas dan dunia yang menggoda moral seseorang untuk bertindak semaunya. Banyak tingkah laku seseorang yang melanggar aturan / norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengakibatkan banyak kecemasan, ketegangan dan ketakutan di kalangan masyarakat, yang semua itu tidak bisa dicernakan dan di integrasikan oleh individu (Kartono, 2009: 7).
Remaja adalah golongan masyarakat yang paling mudah kena pengaruh dari luar, karena mereka sedang mengalami kegoncangan emosi akibat perubahan dan pertumbuhan atau perkembangan yang mereka lalui (Dradjat, 1977:94). Pertumbuhan tersebut akan berdampak pada perilaku. perkembangan fisik ditandai dengan semakin matang dan mulai berfungsinya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi. Adapun perubahan sosial yang dialami remaja pada fase ini adalah remaja akan lebih dekat dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orang tuanya sendiri. Hal ini tentu banyak sekali menimbulkan akibat, salah satunya adalah sumber informasi, karena remaja lebih dekat dengan teman sebayanya maka kemungkinan dia pun akan lebih percaya pada informasi yang berasal dari teman-temannya, termasuk informasi tentang seksualitas. Padahal informasi seperti itu belum tentu dapat dipertanggung jawabkan.
Penggunaan teknologi informasi pada masyarakat terutama remaja, baik berupa televisi dan perfilman serta internet yang digunakan untuk tujuan lain seperti dengan memperkenalkan budaya pacaran yang bebas, menampilkan tayangan-tayangan porno, adegan-adegan yang kurang senonoh, serta tayangan-tayangan dan informasi yang meransang birahi, yang menjajakan sejumlah menu sajian pemuas syahwat, merupakan faktor yang berkontribusi terhadap perilaku seksual bebas.
Usia transisi yang dialami remaja cenderung membawa dampak psikologis, dimana perilaku mereka cenderung berfikir pendek dan ingin cepat dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir dewasa atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, dan terlibat dalam perilaku seks. Namun tidak sedikit jalan yang ditempuh adalah jalan yang sesat dan mengandung resiko seperti pergaulan bebas. Proses berfikir remaja yang seperti itu, tidak dapat membedakan mana hal baik dan buruk untuk dijadikan acuan perilaku yang sesuai dengan konsep halal dan haram sesuai dengan perintah dan larangan agama yang dianutnya dan nilai normatif yang ditanamkan pada dirinya dalam menyelesaikan persoalan. Pada akhirnya pergaulan bebas yang menjadi solusi dalam memisahkan berbagai persoalan hidupnya.
Fakta kecenderungan perilaku seks bebas dan situasi maraknya pornografi sebagai media yang menyesatkan hingga berimplikasi terhadap dekadensi moral, kriminalitas, dan kekerasan seks dikalangan remaja usia sekolah menengah terus mengalami peningkatan. Disebutkan oleh M. Masri Muadz, direktur remaja dan perlindungan hak-hak reproduksi BKKBN, menurutnya berdasarkan hasil penelitian Lembaga Survey BKKBN pada tahun 2008 dengan mengambil sampel di 33 provinsi di Indonesia, 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seks, sebanyak 21% diantaranya melakukan aborsi. Angka ini naik dibandingkan dengan penelitian tahun-tahun sebelumnya yakni, berdasarkan data peneliian yang dilakukan oleh Synovate Research (ww.kompas.com), diakses tanggal 20 Maret 2012, pada tahun 2005-2006 dikota-kota besar mulai jabotabek, medan, bandung, ssurabaya dan makasar, masih berkisar 47,54% hingga 54% remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum menikah. Namun hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63%.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten bandung pada tahiun 2009 terhadap siswa SMP dan SMA dibandung dari 12.742 responden 0,64% responden melakukan hubungan seks, 0,77% responden melakukan petting, 2,56% responden saling meraba anggota badan yang sensitif, 2,86% melakukan necking, 6,62% berciuman bibir, 9,85% responden mencium pipi/kening, 12,11% saling berpelukan/saling merangkul, 23,53% responden berpegangan tangan, dan 41,06% responden hanya mengobrol selama masa pacaran. Berdasarkan tingkat pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi, 41,71% responden berpengetahuan baik dan 58,29% responden berpengetahuan kurang. (Tribun-Jakarta 19 Desember 2008).
Fakta tersebut tidak sulit untuk diterima,sebab secara faktual hampir setiap remaja berpacaran. Penelitian yang dilakukan Suherdiana (2010:23) terhadap 250 siswa didelapan sekolah dikota Bandung, memperkuat kebenaran fakta tersebut, dari 250 remaja yang menjadi sampel penelitian ditemukam mayoritas remaja yaitu 217 orang atau 87% memiliki temen dekat atau pacar, bahkan 94% dari total 250 remaja mengatakan bahwa memiliki pacar itu perlu. Dari 87% remaja yang memiliki pacar , 97% remaja pernah melukukan bersentuhan fisik, 61% atau 152 orang pernah melakukan cumbuan, sementara melakukan hubungan badan sebanyak 17% atau 42 remaja.
Dari sisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survey yang juga dilakukan oleh youth center Pilar PKBI Jawa Tengah tahun 2005 (www.kompas.com) diakses tanggal 20 Maret 2012, perilaku yang dilakukan yaitu, saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher mencium pipi 84,6% kening 36,1% saling meraba (payudara dan kelamin) 25% dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan seks, pasangannya adalah pacar 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9%. Adapun tempat melakukan hubungan seks adlah rumah sediri atau pacar 30%, tempat kos atau kontrakan 32%, hotel 28% dan lainnya 9%.
Perilaku seksual tersebut merupakan salah satu penyimpangan perilaku remaja. Menurut Sarwono perilaku seks adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis (Heteroseksual) maupun sesama jenis (Homoseksual) bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan, hewan atau diri sendiri.
Penelitian yang dilakukan BKKBN (2008) menyatakan, 94% remaja menyatakan butuh nasihat mengenai seks dan kesehatan reproduksi sebagian besar remaja justru tidak dapat mengakses sumber informasi yag tepat. Jika mereka kesulitan untuk mendapatkan informasi melalui jalur formal, terutama dari lingkungan sekolah dan petugas kesehatan, makan kecenderungan yang muncul adalah coba-coba sendiri mencari sumber informal. Sebagai contoh informasi tersebut mereka coba penuhi dengan cara membahas bersama teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan jalan matsurbasi, bercumbu atau berhungan seksual.
Mengingat rasa ingin tau yang begitu besar pada remaja yaitu dimulai dari usia antara 12 tahun sampai 16 tahun. Dalam kajian psikologi masa remaja adalah masa yang memungkinkan seseorang memiliki rasa ingin tau yang tinggi dan selalu ingin mencoba banyak hal termasuk masalah seksualitas. Menurut (Hurlock, 1994:2227) sesuai dengan tugas-tugas perkembangan masa remaja yaitu mencapai hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis, dan menerima peran sosial sebagai pria dan wanita. Fenomena ini sering terjadi pada remaja di tingkat SMP, sudah saatnya pendidikan seks tidak lagi dipandang sempit dan tabu. Pemberian pemahaman tentang pendidikan seks yang benar perlu diberikan kepada mereka khususnya dilembaga pendidikan formal maupun pendidikan non formal atau bahkan dalam keluarga sebagai wadah awal pendidikan seks bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar remaja tidak mencari informasi tentang masalah seksual dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas kebenarannya bahkan keliru sama sekali. Namun meski demikian, pendidikan seks tidak juga diberikan dengan bebas tanpa memperhatikan tahapan perkembangan dan nilai moral serta norma agama yang ada, artinya informasi seks yang diberikan kepada remaja hendaknya disesuaikan dengan tingkatan usia dan tahap perkembangan remaja dan harus diimbangi dengan nilai-nilai moral serta norma agama sebagai filter bagi remaja dalam berperilaku khususnya berkaitan dengan dunia seksualitasnya.
Usaha untuk menanggulangi kemerosotan moral itu telah banyak dilakukan, baik oleh lembaga keagamaan, pendidikan, sosial dan instansi pemerintah. Namun hasil pembendungan arus yang berbahaya itu belum tampak, bahkan yang terjadi semakin banyak. Dimana mana dekadensi moral semakin menjadi jadi tidak saja terbatas kepada kota besar, akan tetapi telah menjalar sampai ke pelosok tanah air, ke kota kecil, dan desa terpencil.


B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa akibat teknologi pada perilaku pelajar.
2.Apakah Pancasila merupakan Solusi Permasalahan Suatu Bangsa?
3.Bagaimana peran agama dalam mengatasi permasalahan dekandensi moral pelajar dan adakah pengaruh intensitas menghafal Al-Qur’an terhadap moralitas pelajar?







BAB II
PEMBAHASAN

1. Apa akibat teknologi pada perilaku pelajar?

  Akibat teknologi pada perilaku pelajar muncul dalam fenomena penerapan kontrol tingkah laku ( behaviour control ). Behavour control merupakan kemampuan untuk mengatur orang melaksanakan tindakan seperti yang dikehendaki oleh si pengatur ( the ability to get somene to do one’s bidding ) pengembangan teknologi yang mengatur perilaku pelajar ini mengakibatkan munculnya masalah-masalah etis seperti berikut.
1. Penemuan teknologi yang mengatur perilaku ini menyebabkan kemampuan perilaku seseorang diubah dengan operasi dan manipulasi syaraf otak melalui obat bius tertentu. Teknologi baru dalam bidang psikologi seperti “ dynamic psychoterapy” mampu merangsang secara baru bagian-bagian penting, sehingga kelakuan bisa diatur dan disusun. Jika begitu kebebasan bertindak pelajar sebagai suatu nilai diambang kemusuhan.
2. Makin dipacunya penyelidikan dan pemahaman mendalam tentang kelakuan pelajar, memungkinkan adanya lubang manipulasi, entah melalui iklan atau media lain.
3. Pemahaman tingkah laku pelajar demi tujuan ekonomis, rayuan untuk menghirup kebutuhan baru sehingga bisa mendapat untung lebih banyak, menyebabkan penggunaaan media (radio, tv) untuk mengatur kelakuan pelajar.
4. Behaviour control memunculkan masalah etis bila kelakuan seseorang di control oleh teknologi dan bukan oleh subjek itu sendiri. Konflik muncul justru karena si pengatur memperbudak orang yang dikendalikan kebebasannya dalam bertindak dan diarahkan menurut kehendak si pengontrol.

5. Akibat teknologi pada eksistensi manusia dilontarkan oleh Schumacher. Bagi Schumacher eksistensi sejati manusia adalah bahwa manusia menjadi manusia justru karena ia bekerja. Pemakaian teknologi modern condong mengasingkan manusia dari eksistensinya sebagai pekerja, sebab disana manusia tidak mengalamai kepuasan dalam bekerja. Pekerjaan tangan dan otak manusia digantikan dengan tenaga-tenaga mesin, sehingga hilanglah kepuasan dan kreatifitas manusia.
Derasnya arus informasi dan budaya asing yang masuk membuat para remaja tidak dapat membendung rasa penasarannya sendiri untuk mencoba hal-hal yang tidak seharusnya mereka lakukan dan pengetahuan yang minim lah yang membuat mereka semakin mudah terjerumus. Informasi dan budaya asing yang masuk menyusup disetiap tempat di negeri ini tanpa filter dan tanpa perlawanan berarti bahkan masuk sampai kedapur dan kamar kita baik sadar maupun tidak. Tengok saja budaya yang menjangkiti remaja negeri ini dari K-pop sampai harajuku hingga hip hop yang hedonis. Belum lagi perilaku bebas tanpa batas keluar dari adat ketimuran. Suatu kondisi yang memprihatinkan bagi generasi muda mengingat dampak buruknya bagi pembentukan karakter kepribadian penerus bangsa. Meski beberapa kelompok ada yang melakukan upaya untuk meredam dampak negatif budaya asing yang menjangkiti generasi muda tapi nampaknya hanya bersifat sporadik tanpa mendapat dukungan yang memadai baik dari pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri.
Awalnya kita banyak berharap pada peran agama sebagai benteng terkuat menghadapi degradasi moral anak-anak kita yang kian hari makin memprihatinkan. Namun dari waktu ke waktu seiring dengan kemajuan zaman yang makin pesat tidak jarang terdengar para pemuka Agamapun mulai mengeluh betapa sulitnya membina umat bahkan sampai ada yang mulai merasa kewalahan. Itu dari sisi moral belum lagi dari rasa kebangsaan dan nasionalisme. Menjelang perhelatan piala dunia bendera-bendera Negara asing berkibar dengan tingginya sebagai bentuk dukungan yang sepertinya sangat berlebihan. Apa pantas bendera asing berkibar diwilayah kedaulatan Negara kita diluar gedung kedutaan besar mereka. Apa bedanya bendera Brasil dengan bendera papua merdeka. Jika bendera OPM haram berkibar di tanah air berarti bendera Negara manapun juga tidak boleh, karena itu diluar dari kepatutan sangat tidak sesuai dengan etika dan hukum internasional.
            Lantas jika sudah seperti ini keadaannya apakah kita hanya berdiam diri merenung mengharapkan datangnya mukjizat. Perlu upaya ekstra untuk kondisi seperti ini yaitu sebuah gerakan revolusi dalam rangka perbaikan moral bangsa sepertinya sudah menjadi keharusan.

2.Apakah Pancasila merupakan Solusi Permasalahan Suatu Bangsa?

Iya, karena hanya Pancasila yang bisa diterima oleh semua golongan. Tapi harus diakui bahwa belakangan ini hal tersebut hanya ada diatas kertas yang bersifat teoritis jauh dari aplikasi dan pengamalan. Sudah waktunya kita merevitalisasi kembali pemahaman dan pengamalan Pancasila sebagai ideology bangsa yang terpinggirkan. Dengan Sila Pertama sebagai landasan yang kokoh yaitu “ Ketuhanan Yang maha Esa”, diharapkan nilai moral keagamaan dan religy dari masing-masing pribadi kita dapat terpicu dalam membentuk karakter kita menjadi karakter Pancasila.
            Memang gerakan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, dimana tantangan dan halangan pasti akan menghadang. Tapi itulah resiko perjuangan, makin berat makin dinikmati sebagai pemicu adrenalin ibarat pil pahit bagi kesembuhan penyakit yang kita dambakan. Saatnya kembali kepada nilai luhur bangsa, saatnya kita tempatkan Pancasila pada tempat yang semestinya. Saatnya kita menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki semangat prikemanusiaan yang adil dan beradab menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa serta senantiasa mengedepankan musyawarah untuk mufakat menuju terciptanya suatu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Mari kita semangat dalam merayakan hari lahir Pancasila seperti semangatnya kita memperingati hari valentine. Dalam semangat pengamalan dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dirgahayulah Pancasila-ku kami terdepan dalam membelamu.

3.Bagaimana peran agama dalam mengatasi permasalahan dekandensi moral pelajar dan adakah pengaruh intensitas menghafal Al-Qur’an terhadap moralitas pelajar?
 
Jika dibawa ke Agama khusunya agama islam maka upaya untuk mengurangi krisis moral tersebut yaitu berkeyakinan kuat akan agama Islam yang menyelamatkan mereka dari jurang kemaksiatan. Remaja harus memilih cara yang terbaik dan memiliki kesadaran hidup untuk mendapatkan dunia dan akhirat.
Langkah yang baik digunakan remaja untuk mendapatkan dunia dan akhirat yaitu dengan berpedoman pada Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang sangat diagungkan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang penting untuk dijadikan suri tauladan maupun sebagai pedoman terhadap segala aspek kehidupan. Bagi orang-orang muslim ingin mengharap kehidupan yang sejahtera, damai, dan bahagia, maka semestinya berperilaku sesuai dengan Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an menjadi sarana paling utama untuk merintis, memulai, dan menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Setiap persoalan apa pun yang datang silih berganti dalam kehidupan, tentu muaranya akan bertemu pada satu titik, yaitu Al-Qur’an. Dengan Al-Qur’an, kita dapat mengetahui segala yang baik dan yang buruk. Melalui Al-Qur’an, kita bisa memahami yang haq dan yang batil. Melalui Al-Qur’an pula, kita mampu mengerti terhadap segala hal yang diridhai dan yang dibenci oleh Allah Swt. Inilah yang menjadi alasan sehingga Al-Qur’an begitu vital bagi kehidupan seluruh umat muslim. Dalam rangka untuk menjaga orisionilitas Al-Qur’an, selain dilakukan dengan cara membaca juga dengan menghafalkannya. Cara menghafal ini memang lebih sulit daripada membaca dan memahaminya. Hal ini terjadi karena selain mempunyai lembaran yang sangat banyak, Al-Qur’an memiliki nuansa bahasa yang relatif sulit untuk dipahami, serta dapat menghabiskan waktu yang cukup lama untuk menghafalnya. Seorang yang menghafalkan Al-Qur’an harus berguru kepada ahlinya, yaitu guru yang hafal Al-Qur’an, serta sudah mantap dalam segi agama dan pengetahuannya tentang Al-Qur’an, seperti ulumul Qur’an, asbab an –nuzulnya, tafsir, ilmu tajwid, dan lain-lain.
Remaja yang menghafalkan Al-Qur’an harus menjauhkan diri dari perbuatan tercela, agar tidak menghancurkan konsentrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian bagus. Dengan demikian maka akan terdapat keselarasan antara sikap penghafal dengan kesucian Al-Qur’an (Al-Hafidz, 1994: 52). Menghafal Al-Qur’an merupakan suatu keutamaan mengamalkannya, berperilaku dengan akhlaknya, bersopan santun dengannya di waktu malam dan siang adalah merupakan orang-orang pilihan terbaik (Sa’dulloh, 2008:23).
Berangkat dari persoalan tersebut maka dakwah dengan pendekatan bimbingan konseling Islam melalui seorang penghafal Al-Qur’an sebagai juru dakwah. Dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintahkan mereka berbuat makruf dan mencegahnya dari perbuatan mungkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Pimay, 2005: 28). Kewajiban dakwah tersebut disebutkan dalam firman Allah, yang artinya:
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”(QS.Ali Imran 104) (Depag, 1990: 93).





Tugas dakwah mempunyai kewajiban untuk menyeru bagi umat muslim. Usaha seorang juru dakwah (da’i) untuk mencegah dari kemunkaran yaitu krisis moral yang dialami oleh remaja. Salah satu cara untuk meningkatkan tingkat perkembangan moral remaja dengan mendekatkan diri mereka dengan membaca Al-Qur’an dan menghafalkan Al-Qur’an. Dengan demikian, menghafalkan Al-Qur’an secara intensif akan meningkatkan tingkat perkembangan moral remaja. Menghafal Al-Qur’an mempunyai keutamaan agar berperilaku baik, bersopan santun di waktu malam dan siang.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang memiliki nilai-nilai didalamnya, seperti telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 . Pancasila dapat diaplikasikan dalam menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum. Sebagai solusi permasalahan suatu bangsa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia, sebagai ideologi bangsa Indonesia tentunya pancasila mempunyai semacam magnet permersatu bagi bangsa ini. Setelah saya mengkaji lebih lanjut ternyata Pancasila dapat menjadi Solusi permasalahan suatu bangsa dan negara terbukti bahwasannya kita dapat mengetahui berbagai cara yang menyangkut atau berhubungan dengan Pancasila untuk manangani permasalahan suatu bangsa misalnya dengan nila-nilai positif yang terkandung di dalam pancasila.
B. SARAN
  Saran Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita republik Indonesia. Kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Kita harus membekali diri dengan sikap dan kepribadian yang menjunjung tinggi nilai kebangsaan Indonesia (Pancasila). Selain itu kita harus patuh kepada kedua orang tua, taat beribadah, menghindarkan diri dari hal-hal yang merugikan diri sendiri, dan belajar dengan rajin agar apa yang kita cita-citakan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

1. http//pdf
2. Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa dan negara.or.id.htm
3. Asiana.com.htm
4. Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
5.pendidikan pancasila


1 komentar:

  1. 4. Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
    5.pendidikan pancasila
    refrensi diatas boleh tau jelas info refrensibukunya

    BalasHapus